Sabtu, 18 Mei 2013

Vulkanisme


Vulkanisme

Istilah vulkanisme berasal dari kata latin vulkanismus nama dari sebuah pulau yang legendaris di Yunani. Tidak ada yang lebih menakjubkan diatas muka bumi ini dibandingkan dengan gejala vulkanisme dan produknya, yang pemunculannya kerap kali menimbulkan kesan-kesan religiuos. Letusannya yang dahsyat dengan semburan bara dan debu yang menjulang tinggi, atau keluar dan mengalirnya bahan pijar dari lubang di permukaan, kemudian bentuk kerucutnya yang sangat mempesona, tidak mengherankan apabila di masa lampau dan mungkin juga sekarang masih ada sekelompok masyarakat yang memuja atau mengkeramatkannya seperti halnya di pegunungan Tengger (Gn.berapi Bromo) di Jawa Timur. 

Vulkanisme dapat didefinisikan sebagai tempat atau lubang di atas muka Bumi di mana dari padanya dikeluarkan bahan atau bebatuan yang pijar atau gas yang berasal dari bagian dalam bumi ke permukaan, yang kemudian produknya akan disusun dan membentuk sebuah kerucut atau gunung.

Erupsi gunungapi

Gunung berapi di samping merupakan gejala geologi yang berupa keluarnya bahan-bahan yang bersumber dari magma, baik itu yang berwujud sebagai gas, lelehan maupun benda padat berupa fragmen-fragmen batuan ke permukaan Bumi, dinamakan erupsi atau erupsi gunung-berapi. Erupsi dapat dikelompokan berdasarkan :

1.      Jenis bahan yang dikeluarkan melalui lubang kepundan, atau lokasi dari tempat keluarnya bahan-bahan dari magma. Berdasarkan jenis bahan yang dikeluarkan, kita mengenal sebutan erupsi efusif apabila bahan yang dikeluarkan hampir seluruhnya terdiri dari lelehan magma yang disebut lava. Sedangkan sebutan erupsi piroklastik, apabila bahan yang dikeluarkan sebagian besar terdiri dari fragmen-fragmen batuan, abu dan gas.
2.      Erupsi juga dapat dikelompokan berdasarkan lokasi atau letak serta bentuk dari tempat keluarnya bahan-bahan magma dari dalam Bumi. Keluarnya bahan-bahan tersebut dapat melalui suatu lubang di permukaan Bumi yang dihubungkan dengan pipa ke dalam magma, atau suatu rekahan yang mencapai tempat berhimpunnya magma. 

Untuk ini dikenali adanya 2 (dua) tipe erupsi, yaitu:

a.       Erupsi sentral, apabila tempat ke luarnya bahan-bahan itu berupa lubang yang yang dihubungkan dengan pipa, atau kepundan, dan berada di bagian tengah dari tubuh gunung-berapi;
b.      Erupsi rekahan, apabila bahan-bahan berasal dari magma dikeluarkan melalui rekahan dalam kerak bumi yang bentuknya memanjang.

Rekahan seperti itu terjadi sebagai akibat dari gejala regangan pada kerak yang sedang memisah diri. Bahan yang dikeluarkan melalui erupsi seperti ini umumnya berupa lelehan pijar dari magma atau lava. Meskipun pada umumnya bentuk erupsi sentral yang terdapat pada gunung-berapi terutama di darat berbentuk lubang yang dihubungkan dengan pipa, namun tidak tertutup kemungkinan juga dapat berupa rekahan. Umumnya lokasi erupsi berlangsung pada bagian tengah puncak gunung-berapi, tetapi kadang-kadang juga terjadi pada bagian lereng. Dan apabila ini yang terjadi, maka gejala tersebut dinamakan “flank” atau “lateral eruption”.

Adapula erupsi gunung-berapi terjadi pada pada bagian kaki gunung-berapi, maka erupsi seperti itu dinamakan erupsi eksentrik atau erupsi parasitik. Erupsi yang berlangsung pada bagian puncak dinamakan juga erupsi terminal, sedangkan yang terjadi pada bagian lereng disebut sub-terminal. Keduanya selalu dianggap sebagai erupsi puncak, di mana yang sub-terminal merupakan pemisahan saja dari erupsi terminal. Erupsi puncak tidak akan menyebabkan penurunan terhadap kedudukan dari dapur magma, sedangkan erupsi eksentrik justru akan menyebabkan peningkatan kegiatan gas dibagian puncaknya.

Lipatan
Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan. Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu a). Lipatan Sinklin adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan yang cembung ke arah atas.
tipe lipatan secara umum:
  • Lipatan tegak, dihasilkan dua arah mendatar disertai kekuatan dan arah gerakan sama.
  • Lipatan miring, diakibatkan gaya tangensial satu dan yang lain. Ditunjukkan oleh bidang porosnya yang miring.
  • Lipatan menggantung, diakibatkan salah satu gaya tangensial yang terus bekerja sehingga salah satu sisi lain lebih miring. Sedemikian sehingga kemiringan sayap dan kecuramannya sudah melalui poros vertikal.
  • Lipatan rebah, diakibatkan lipatan miring dan menggantung mendapatkan gaya tangensial yang lebih besar dari yang lain.
  • Lipatan sesar sungkup, diakibatkan lipatan rebah tetap mendapatkan tekanan gaya tangensial.
  • Lipatan isoklinal, deret lipatan yang memiliki bentuk sama besar.
  • Lipatan monoklinal, yaitu pencuraman setempat di suatu daerah yang umumnya ditandai kemiringan landai.
  • Lipatan terbuka, lipatan yang masih berpotensi lebih melengkung lagi.

Disamping lipatan tersebut diatas, dijumpai juga berbagai jenis lipatan, seperti Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang terbentuk sebagai akibat seretan suatu sesar.
Patahan
Patahan (fold) terjadi karena adanya tekanan yang kuat melampaui titik patah batuan, dan berlangsung sangat cepat. Tidak hanya retakan, batuan pun dapat terpisah. Ada tiga macam patahan:
  • Normal fault: patahan yang arah lempeng batuannya turun mengikuti arah gaya berat.

  • Reserve fault: patahan yang arah lempeng batuannya naik berlawanan arah dengan gaya berat.

  • Strike slip fault: patahan yang arah lempeng batuannya horisontal berlawanan arah dengan gaya berat.

Patahan dapat menghasilkan bentuk-bentuk permukaan bumi seperti berikut:
  • Graben atau Slenk, yakni suatu depresi yang terbentuk antara dua patahan.
  • Horst atau tanah naik, yakni jika antara dua patahan mengalami pengangkatan lebih tinggi.

  • Fault scrap, yakni dinding terjal (cliff) yang dihasilkan patahan dengan salah satu blok bergeser ke atas menjadi lebih tinggi.

Laporan Titrasi asam Basa


A.    Judul Percobaan                   : Titrasi Asam Basa
B.     Tujuan Percobaan                :
1)      Menentukan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan baku asam oksalat.
2)      Menentukan konsentrasi larutan HCl dengan larutan NaOH.

C.    Kajian Teori                         
A. Metode Titrimetri
Analisis volumetri atau titrimetri merupakan suatu analisis berdasarkan pengukuran volume larutan dengan konsentrasi yang diketahui, yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit (zat yang akan ditentukan). Analisis volumetri atau titrimetri berdasarkan pada reaksi :
aA + tT ↔ Hasil
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T (titran).
Menurut M. Sodiq Ibnu, et. al. (2005), jenis metode titrimetri didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri dan titrasi pengendapan.
1.    Asidi-alkalimetri didasarkan pada reaksi asam basa atau prinsip netralisasi. Larutan analit yang berupa larutan asam dititrasi dengan titran yang berupa larutan basa atau sebaliknya. Metode ini cukup luas penggunaannya untuk penetapan kuantitas analit asam atau basa. Jika HA mewakili asam dan BOH mewakili basa, maka reaksi antara analit dengan titran dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut :
HA + OH- Ã  A- + H2O (analit asam, titran basa)
BOH + H3O+ Ã  B+ + 2H2O (analis basa, titran asam)
Titran umumnya berupa larutan standar asam kuat atau basa kuat, misalnya larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida (NaOH).
2.    Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil hasil reaksi antara analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag+ dan CN- yang mengikuti persamaan reaksi :
Ag+ + 2CN- Ã 
Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig untuk penetapan sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen diamina tetraasetat) yang banyak digunakan sebagai pengompleks berbagai ion logam melalui metode titrasi.
3.    Oksidimetri didasarkan pada reaksi oksidasi – reduksi antara analit dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks dapat digunakan sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II) (Fe2+) dalam analit dengan menggunakan titran larutan standar cesium(IV) (Ce4+) yang mengikuti persamaan reaksi :
Fe2+ + Ce4+ Ã  Fe3+ + Ce3+
Oksidator lain yang banyak digunakan dalam oksidimetri adalah kalium permanganat (KMnO4), misalnya pada penetapan kadar ion besi(II) dalam suasana asam.
4.    Titrasi pengendapan didasarkan reaksi pengendapan analit oleh larutan standar titran yang mampu secara spesifik mengendapkan analit. Metode ini banyak digunakan untuk menetapkan kadar ion halogen dengan menggunakan pengendap Ag+, yang reaksi umumnya dapat dinyatakan dengan persamaan :
Ag+ + X- Ã  AgX(s) (X- = Cl-, Br-, I-, SCN-)
Dalam titrasi juga perlu diperhatikan larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer yaitu suatu zat yang sudah diketahui kemurniannya dengan pasti, konsentrasinya dapat diketahui dengan pasti dan teliti berdasarkan berat zat yang dilarutkan. Larutan standar sekunder adalah suatu zat yang tidak murni atau kemurniannya tidak diketahui, konsentrasi larutannya hanya dapat diketahui dengan teliti melalui proses standarisasi, standarisasi dilakukan dengan cara menitrasi larutan tersebut dengan larutan standart primer. Serta faktor yang paling penting adalah ketepatan dalam pemilihan indikator agar kesalahan titrasi yang terjadi menjadi sekecil mungkin.

B. Indikator
Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik ekuivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya indikator menunjukkan warna pada range pH yang berbeda.
Tabel 1. menunjukkan daftar berbagai macam indikator dengan jarak perubahan warna serta warna-warna yang terjadi pada perubahan tersebut.
Tabel 1. Indikator yang biasa digunakan dalam asidi-alkalimetri[4]
Indikator
Trayek pH
Warna
Asam
Basa
Kuning metal
2,4 – 4,0
Merah
Kuning
Biru bromfenol
3,0 – 4,6
Kuning
Biru
Jingga metal
3,1 – 4,4
Jingga
Metil
Hijau bromkresol
3,8 – 5,4
Kuning
Biru
Merah metal
4,2 – 6,3
Merah
Kuning
Ungu bromkresol
5,2 – 6,8
Kuning
Ungu
Biru bromtimol
6,1 – 7,6
Kuning
Biru
Merah fenol
6,8 – 8,4
Kuning
Merah
Merah kresol
7,2 – 8,8
Kuning
Merah
Biru timol
8,0 – 9,6
Kuning
Biru
Fenolftalein
8,2 – 10,0
Tak berwarna
Merah
Timolftalein
9,3 – 10,5
Tak berwarna
Biru

Menurut Achmad Mursyidi dan Abdul Rohman (2008), selain indikator tunggal dalam asidi-alkalimetri juga digunakan indikator campuran dengan tujuan untuk memberikan perubahan warna yang tajam pada titik akhir titrasi. Beberapa contoh indikator campuran adalah :
1.    Campuran merah netral (0,1 % dalam etanol) dan biru metilen (0,1 % dalam etanol) yang sama banyak memberikan perubahan warna yang tajam dari biru violet menjadi hijau ketika beralih dari larutan asam menjadi larutan basa pada pH sekitar 7. Indikator ini dapat digunakan untuk menitrasi asam asetat dengan larutan amonia atau kebalikannya. Baik asam atau basa kekuatannya hampir sama akibatnya titik ekivalen akan berada pada pH kira-kira 7.
2.    Campuran antara 3 bagian fenolftalein (0,1 % larutan dalam etanol) dengan 1 bagian alfa naftoftalein (0,1 % dalam etanol) memberikan perubahan warna yang tajam dari merah muda ke ungu pada pH 8,9. Indikator ini baik untuk titrasi asam fosfat dari tribasik menjadi dibasik yang mana titik ekivalennya terjadi pada pH 8,7.
3.    Campuran dari 3 bagian biru timol (0,1 % larutan dari garam natriumnya) dengan 1 bagian kresol merah (0,1 % larutan garam natriumnya) akan memberikan perubahan warna dari kuning ke ungu pada pH 8,3. Indikator campuran ini baik untuk titrasi karbonat menjadi bikarbonat.

C. Titrasi Asidimetri dan Alkalimetri
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Dalam titrasi asam-basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H+) dan basa (OH-) yang bereaksi. Untuk reaksi antara HCl dengan NaOH titik ekivalen tercapai pada perbandingan mol 1:1 tetapi untuk reaksi antara H2SO4 dengan NaOH diperlukan perbandingan mol 1:2 untuk mencapai titik ekivalen.
H2SO4 (aq) + 2NaOH (aq) Ã   Na2SO4 (aq) + 2H2(l)
Dalam titrasi asam-basa perubahan pH sangat kecil hingga hampir tercapai titik ekivalen. Pada saat tercapai titik ekivalen, penambahan sedikit asam atau basa akan menyebabkan perubahan pH yang besai ini seringkali dideteksi dengan zat yang dikenal sebagai indikator. Titik atau kondisi penambahan asam atau basa dimana terjadi perubahan warna indikator dalam suatu titrasi dikenal sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi sering disamakan dengan titik ekivalen, walaupun diantara keduanya masih ada selisih yang relatif kecil. Semua masalah yang berkaitan dengan titrasi asam basa dapat dipecahkan dengan konsep stoikiometri dan konsentrasi larutan yang dinyatakan dengan mol, perbandingan mol, molaritas atau normalitas.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator lihat Gambar 1.

Analit bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH = 7). Penambahan selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus meningkat. Dari Gambar 1, juga diperoleh informasi indikator yang tepat untuk digunakan dalam titrasi ini dengan kisaran pH pH 7 – 10 (Tabel 1).
Larutan baku asam yang sering digunakan dalam asidi-alkalimetri umumnya dibuat dari asam klorida dan asam sulfat. Kedua asam ini dapat digunakan pada hampir semua titrasi, akan tetapi asam klorida lebih disukai daripasa asam sulfat terutama untuk senyawa-senyawa yang memberikan endapan dengan asam sulfat seperti barium hidroksida. Asam sulfat lebih disukai untuk titrasi menggunakan pemanasan karena kemungkinan terjadinya penguapan pada pemanasan asam klorida yang dapat menimbulkan bahaya. Asam nitrat selalu tidak digunakan karena mengandung asam nitrit yang dapat merusak beberapa indikator.
Untuk larutan baku alkali, umumnya digunakan natrium hidroksida, kalium hidroksida dan barium hidroksida. Larutan-larutan ini mudah menyerap karbon dioksida dari udara, oleh karena itu konsentrasinya dapat berubah dengan cepat. Dengan demikian, maka larutan bali alkali dibuat bebas karbonat dan untuk melindungi itu dari pengaruh karbon dioksida dari udara maka penyimpanannya dilengkapi dengan “soda lime tube”. Semua larutan baku alkali harus sering dibakukan ulang.

Menurut Indigo Morie (2008), ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, yaitu :
1.    Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2.    Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan dan sangat praktis.
Pemanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri telah dipergunakan untuk menentukan kadar asam sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel sekitar 300 mg ke dalam 100 mL air. Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi diketahui dari larutan tidak berwarna berubah menjadi merah muda. Selain itu alkalimetri juga dipergunakan untuk menganalisis asam salisilat.
D.    Rangkaian Percobaan yang terdiri dari     :
1)      Alat dan Bahan
a.       Statif dan Klem                                  i. Gelas ukur
b.      Buret                                                   j. NaOH 0,1 M
c.       Labu Erlenmeyer 250 mL                   k. C2H2O4 0,1 M
d.      Corong                                                l. HCl 0,1 M
e.       Pipet gondok 25 mL                           m. Phenolphtalein
f.       Pipet tetes                                           n. Aquades
g.      Botol semprot                                     o. Ekstrak tumbuhan
h.      Gelas kimia 100 mL

2)      Langkah-langkah Percobaan
a.      
NaOH
 
Penentuan Konsentrasi larutan NaOH dengan larutan C2H2O4.


 












b.     
NaOH
 
Penentuan Konsentrasi larutan HCl dengan larutan NaOH.


 










c.      
-  dimasukkan ke dalam buret
-  dicatat volume awal

 
Hasil Pengamatan
 
10 mL HCl
 
NaOH
 
-  dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer menggunakan pipet gondok
-  ditambahkan 4 tetes indikator alami (ekstrak tumbuhan)
-  diteteskan NaOH dari buret ke erlenmeyer yang berisi HCl sampai terjadi perubahan warna
-  dicatat volume NaOH pada keadaan awal dan akhir
-  diulangi percobaan diatas minimal 3 kali
-  dihitung konsentrasi HCl
 
Penentuan Konsentrasi larutan HCl dengan larutan NaOH dengan menggunakan indikator ekstrak tumbuhan.









F.     Analisa Data
1.      Penentuan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan C2H2O4
Pada percobaan yang pertama, kami menentukan konsentrasi NaOH dengan larutan standar primer asam oksalat. Kami menuangkan larutan NaOH kedalam buret sampai mencapai skala nol. Larutan NaOH tidak berwarna. Kemudian kami memipet larutan asam oksalat sebanyak 10 mL menggunakan pipet ukur 10 mL. Kami menggunakan pipet ukur karena ketelitian dari pipet ukur lebih tinggi daripada menggunakan gelas ukur. Larutan asam oksalat tersebut kemudian kami masukkan kedalam Erlenmeyer, dan kemudian kami menambahkan 4 tetes phenolphtalein. Larutan ini tidak berwarna. Setelah itu, kami melakukan titrasi dengan larutan NaOH  sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2NaOH (aq) + C2H2O4 (aq) → Na2C2O4 (aq) + 2H2O (l)
Langkah-langkah
tersebut diulang sebanyak 3 kali. Volume NaOH yang diperlukan untuk perubahan warna larutan menjadi merah muda adalah sebagai berikut:
1.                   V1        = 10,7 mL
2.                   V2        = 10,6 mL
3.                   V3        = 10,6 mL
Berdasarkan data tersebut, diperoleh hasil rata-rata  konsentrasi NaOH adalah sebesar  0,094 N
2.         Penentuan konsentrasi HCl dengan larutan NaOH.
Pada percobaan yang kedua, kami menentukan konsentrasi HCl dengan NaOH. Sama seperti pada percobaan yang pertama, kami menuangkan larutan NaOH kedalam buret sampai mencapai skala nol. Larutan NaOH tersebut tidak berwarna. Kemudian kami memipet larutan HCl sebanyak 10 mL menggunakan pipet ukur 10 mL dan kemudian kami tuangkan dalam erlenmeyer dan kami menambahkan 4 tetes fenolftalein. Warna larutan ini (HCl dan PP) tidak berwarna. Setelah itu kami melakukan titrasi dengan larutan NaOH dengan sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Reaksi dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
NaOH (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + H2O (l)
Langkah
tersebut kami ulang sebanyak  3 kali. Volume NaOH yang diperlukan untuk membuat warna larutan berubah menjadi merah muda adalah sebagai berikut:
1.                   V1        = 10,5 mL
2.                   V2        = 10,6 mL
3.                   V3        = 10,7 mL
Berdasarkan data tersebut, kami dapat menentukan konsentrasi rata-rata dari HCl yaitu sebesar 0,099 N berdasarkan konsentrasi NaOH yang telah diketahui sebelumnya(percobaan satu) yaitu 0,094 N.
3. Penentuan konsentrasi HCl dengan larutan NaOH dengan menggunakan indikator ekstrak tumbuhan.
Pada percobaan yang ketiga, kami menentukan konsentrasi HCl dengan NaOH, tetapi pada percobaan ini kami menggunakan ekstrak tumbuhan yaitu kunyit  sebagai indikator. Kami melakukan langkah yang sama seperti dalam percobaan kedua. Larutan NaOH dimasukkan dalam buret dan 10 mL larutan HCl dimasukkan dalam erlenmeyer. Larutan HCl dalam erlenmeyer tersebut kemudian ditambahkan dengan 6 tetes ekstrak kunyit yang telah diekstrak menggunakan alkohol.Warna HCl setelah ditambah dengan ekstrak kunyit berubah dari tidak berwarna menjadi kuning. Dan kemudian setelah kita melakukan titrasi pada larutan ini, warna larutan  menjadi berwarba orange. Reaksi yang terjadi dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
NaOH (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + H2O (l)
Volume NaOH yang diperlukan untuk mengubah warna HCl + ekstrak
kunyit menjadi berwarba orange adalah  :
1.                   V1        = 10,7 mL
2.                   V2        = 10,8 mL
3.                   V3        = 10,8 mL
Berdasarkan perolehan hasil data tersebut, kami dapat menentukan konsentrasi rata-rata dari HCl yaitu sebesar 0,100 N dengan konsentrasi NaOH 0,094 N (percobaan pertama).
G.    Diskusi

Pada percobaan yang pertama, kami menggunakan C2H2O4 dan NaOH. C2H2O4 merupakan kategori asam lemah, sedangkan NaOH termasuk dalam basa kuat, sehingga berdasarkan teori, kurva titrasi asam lemah dan basa kuat:
lemahkuat
Penambahan sedikit basa, maka akan membuat pH larutan akan naik sedikit, sehingga akan membentuk larutan penyangga. Titik ekuivalen diperoleh pada pH >7. Hal itu disebabkan karena garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang bersifat basa.
Berdasarkan percobaan kami, warna larutan C2H2O4 setelah ditambahkan oleh indikator PP larutan tersebut tidak berwarna. Itu karena C2H2O4 adalah basa lemah sehingga PH nya di bawah 7. Kemudian pada volume tertentu dari penambahan larutan NaOH terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Tetapi setelah  dikocok warna merah muda tersebut hilang. Ini berarti bahwa dalam tahap ini titik ekivalen tercapai. Setelah kita menambahkan 10,7 mL NaOH pada titrasi pertama, 10,6 mL NaOH pada titrasi kedua dan 10,6 mL NaOH pada titrasi ketiga, warna larutan berubah menjadi merah muda permanen. Ini berarti dalam tahap ini titik akhir titrasi tercapai. Perbedaan volume NaOH dari titrasi pertama sampai ketiga karena kurang cermatnya dalam membaca skala meniskus pada buret. Setelah kami mendapatkan volume NaOH, kami dapat menentukan konsentrasi dari larutan NaOH. Untuk penentuan konsentrasi NaOH maka digunakan rumus persamaan berikut:
N1V1     = N2V2
Ket        : N1  : Konsentrasi asam oksalat
                 V1  : Volume asam oksalat
                 N2  : Konsentrasi NaOH
                 V2  : Volume NaOH
Dengan menggunakan persamaan tersebut, konsentrasi NaOH adalah 0,094 N
Pada percobaan kedua, kami menggunakan HCl dan NaOH. HCl adalah asam kuat, sementara NaOH adalah basa kuat, sehingga berdasarkan teori, kurva asam kuat dan basa kuat titrasi
titrasi+kuat-kuat
Kurva pertama menunjukkan asam kuat yang dititrasi dengan basa kuat. Ada kenaikan lambat awal di pH sampai reaksi mendekati titik di mana ba
sa cukup ditambahkan untuk menetralkan semua asam . Titik ini disebut titik ekivalen. Untuk reaksi asam / basa kuat, ini terjadi pada pH = 7.
Berdasarkan percobaan kami, kami menggunakan PP sebagai indikator. Ketika kami menambahkan HCl dengan indikator PP, warna larutan masih tidak berwarna. Hal itu karena HCl adalah asam kuat sehingga pH  berada di bawah 7. Kemudian, pada volume tertentu saat penambahan larutan NaOH mulai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Tapi setelah dikocok warna merah muda itu hilang. Ini berarti bahwa dalam  tahap ini titik ekivalen tercapai, dan berdasarkan teori, pH larutan ketika kesetaraan dicapai adalah 7. Setelah kita menambahkan 10,5 mL NaOH pada titrasi pertama, 10,6  mL NaOH pada titrasi kedua dan 10,7 mL NaOH pada titrasi ketiga, warna perubahan larutan menjadi merah muda permanen. Ini berarti dalam tahap ini titik akhir tercapai. Setelah kami mendapatkan volume NaOH, kami dapat menentukan konsentrasi HCl menggunakan konsentrasi NaOH yang telah kita ketahui sebelumnya (percobaan pertama). Sehingga kita menggunakan persamaan berikut:
VHCl x
N HCl = V x N NaOH.
Menggunakan persamaan di atas, konsentrasi HCl adalah 0,099 N.
Percobaan ketiga adalah cukup sama dengan percobaan kedua, kita menggunakan HCl dan NaOH. HCl adalah asam kuat, sementara NaOH adalah basa kuat, tapi kita menggunakan ekstrak kunyit sebagai indikator. Ekstrak kunyit memiliki fungsi yang sama dengan PP, yang merupakan dasar untuk indikator. Warna ekstrak kunyit dalam larutan asam adalah kuning.
Berdasarkan percobaan kami, warna larutan setelah kita menambahkan ekstrak kunyit adalah kuning. Setelah kita menambahkan 10,7 mL NaOH pada titrasi pertama, 10,8 mL NaOH pada titrasi kedua dan ketiga, warna perubahan larutan menjadi orange. Pada saat titrasi kami mendapatkan kesulitan untuk menentukan warna, karena warna larutan tidak kunjung berubah, oleh karena itu untuk memperjelas perubahan warna maka kelompok kami menambah jumlah tetes ekstrak kunyit yang ditambahkan yang sebelumnya 4 tetes menjadi 6 tetes. Kami menggunakan persamaan yang sama untuk menentukan konsentrasi HCl dalam percobaan ini. Jadi kita mendapatkan konsentrasi HCl, yaitu 0,100 N.

H.    Kesimpulan
Berdasarkan penelitian kami, kami dapat menyimpulkan bahwa:
- Konsentrasi NaOH adalah 0,
094 N
- Konsentrasi HCl menggunakan indikator phenolphtalein adalah 0,
099 N
- Konsentrasi HCl menggunakan indikator ekstrak kunyit adalah  0,1
00 N

I.       Jawaban Pertanyaan
1.      Mengapa pada titrasi larutan NaOH dengan asam oksalat menggunakan indikator Phenolphtalein?
-          Karena NaOH bersifat asam kuat dan asam oksalat merupakan asam lemah sehingga larutan hasil titrasi yang akan didapat mempunyai pH diatas tujuh dan bersifat basa maka digunakan indikator phenolptalein, selain itu indikator ini terletak pada titik ekuivalen dan ukuran pH. Indikator in mempunyai rentang pH antara 8,2-10. Indikator phenolphtalein (PP) seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa). Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphtalein karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keunguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda.
2.      Apa perbedaan titik ekuivalen dengan titik akhir?
-          Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Sedangkan Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
3.      Pada larutan diatas mana yang berfungsi sebagai larutan baku primer, larutan baku sekunder dan larutan baku tersier?
-          Larutan standar primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi
(standar primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan
yang diketahui dengan tepat volumnya. Pada percobaan diatas yang merupakan larutan baku primer adalah C2H2O4 asam oksalat .
-          Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer. Pada percobaan diatas yang merupakan larutan baku sekunder adalah NaOH.
-          Larutan standar tersier adalah larutan yang konseentrasinya diperoleh dengan cara menitrasi dengan larutan standar sekunder yang terlebih dahulu telah distandarisasi dengan larutan standar primer. Pada percobaan diatas yang merupakan larutan baku tersier adalah HCl.

J.      Daftar Pustaka
Chadijah, Sitti Chadijah, Wa Ode Rustiah dan Anna Handayani. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Analitik. Makassar: UIN Alauddin Makassar University Press.
Ibnu, M. Sodiq Ibnu, et al.. 2005. Kimia Analitik I . Malang: Universitas Negeri Malang University Press.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia University Press.
Morie, Indigo. 2008. Titrasi Asam Basa. belajarkimia.com. http://belajarkimia.com/2008/04/titrasi-asam-basa/. (diakses pada tanggal 2 April 2013 pukul 19.00 WIB).
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2008. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM-Press.
Wilyta, Intan Wilyta. 2011. Asidimetri. scribd.com. http://www.scribd.com/doc/70246435/asidimetri.  (diakses pada tanggal 2 April 2013 pukul 19.28 WIB).
Zulfikar. 2012. Titrasi Asam Basa. chem-is-try.org-Situs Kimia Indonesia. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-analisis/titrasi-asam-basa/. (diakses pada tanggal 2 April 2013 pukul 19.30 WIB ).

Surabaya,
            Mengetahui                                                                             Praktikan,
            Dosen/ Asisten Pembimbing





            (..............................................)                                    (.............................................)







Lampiran

Perhitungan

1.      Konsentrasi Larutan NaOH dengan Larutan C2H2O4 :

§  N NaOH x V NaOH = N C2H2O4 x V C2H2O4
N NaOH x 10,7 ml = 0,1 N x 10 ml
N NaOH = 0,093 N
§  N NaOH x V NaOH = N C2H2O4 x V C2H2O4
N NaOH x 10,6 ml = 0,1 N x 10 ml
N NaOH = 0,094 N
§  N NaOH x V NaOH = N C2H2O4 x V C2H2O4
N NaOH x 10,6 ml = 0,1 N x 10 ml
N NaOH = 0,094 N

N rata-rata =  =   = 0,094 N

2.      Konsentrasi Larutan HCl dengan Larutan NaOH (indikator PP) :
§  N NaOH x V NaOH = N HCl x V HCl
0,094 x 10,5 ml = N HCl x 10 ml
N HCl = 0,098 N
§  N NaOH x V NaOH = N HCl x V HCl
0,094 x 10,6 ml = N HCl x 10 ml
N HCl = 0,096 N
§  N NaOH x V NaOH = N HCl x V HCl
0,094 x 10,7 ml = N HCl x 10 ml
N HCl = 0,100 N

N rata-rata =  =   = 0,099 N

3.      Konsentrasi Larutan HCl dengan Larutan NaOH (indikator alami) :

§  N NaOH x V NaOH = N HCl x V HCl
0,094 x 10,7 ml = N HCl x 10 ml
N HCl = 0,100 N
§  N NaOH x V NaOH = N HCl x V HCl
0,094 x 10,8 ml = N HCl x 10 ml
N HCl = 0,101 N
§  N NaOH x V NaOH = N HCl x V HCl
0,094 x 10,8 ml = N HCl x 10 ml
N HCl = 0,101 N

N rata-rata =  =   = 0,100 N


            Lampiran
            Proses Titrasi (tangan kiri mengontrol kran buret tempat keluarnya tetesan NaOH, sedangkan tangan kanan terus mengocok labu erlenmeyer agar larutan bercampur hingga terjadi perubahan warna)
           










Hasil Titrasi NaOH dengan HCl dengan indikator ekstrak kunyit (berwarna orange)